Jumat, 22 Mei 2015

Menyusun Laporan Keuangan: 12 Hal Penting Untuk Diperhatikan

Ujung dari proses akuntansi adalah menyusun Laporan Keuangan. Setelah mengetahui teknik menyusunan laporan keuangan, masih ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang benar-benar bermanfaat bagi pengguna.
Terlebih-lebih bagi perusahaan yang sudah berstatus Terbuka (Go-Public), biasa disebut “Emiten,” abai terhadap ketigabelas hal ini bisa berakibat pada ditolaknya Laporan Keuangan oleh pihak Pengawas Pasar Modal. Tujuan utama laporan keuangan dibuat dan disajikan, ada 2, yaitu:

  • Untuk memberikan informasi—tentang posisi dan hasil kinerja keuangan perusahaan—yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (investor, kreditur, dan pemerintah) dalam rangka membuat keputusan-keputusan bisnis.
  • Untuk menunjukkan pertanggung-jawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Sebuah laporan keuangan dikatakan baik—dan memenuhi persyaratan—bila disusun sedemikian rupa sehingga kedua tujuan tersebut bisa dicapai. Agar tujuan tersebut bisa tercapai, maka proses penyusunnan dan penyajian laporan keuangan perlu memperhatikan beberapa hal penting.
Apa saja hal penting itu? Berikut adalah 12 hal penting yang dimaksud.

1. Bahasa Laporan Keuangan

Laporan keuangan dibuat, terlebih oleh perusahaan yang sudah berstatus terbuka (Tbk), tidak semata-mata untuk dibaca sendiri. Melainkan untuk pihak luar (eksternal) juga, yakni: investor, kreditur, dan Ditjen Pajak (pemerintah).
Nah, para pengguna eksternal itu, kira-kira pakai bahasa apa?
Untuk di Indonesia, sudah tentu mayoritas menggunakan laporan keuangan berbahasa Indonesia. Oleh sebab itu, bahasa yang wajib digunakan dalam pelaporan keuangan di Indonesia adalah bahasa Indonesia.
“Tapi perusahaan di tempat saya kerja berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dimana banyak pengurus (manajemennya) tidak bisa berbahasa Indonesia. Apakah boleh menggunakan bahasa Inggris?” Mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Jika merujuk pada ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal (saat ini digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan), perusahaan emiten dibolehkan menyampaikan laporan keuangan berbahasa Inggris, namun versi Bahasa Indonesianya tetap harus ada, dan keduanya harus memuat informasi (akun dan angka) yang sama.
2. Mata Uang Pelaporan
Laporan keuangan yang dibuat hendaknya mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Termasuk dalam hal penggunaan mata uang.
Jika dalam transaksi sehari-harinya lebih banyak menggunakan mata uang Rupiah, seperti perusahaan pada umumnya di Indonesia, maka laporan keuangan yang disajikan juga dalam mata uang Rupiah. Sehingga, benar-benar mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
“Bagaimana jika dalam transaksi perusahaan menggunakan beberapa macam mata uang?” Di era globaliasi sekarang ini, penggunaan mata uang asing makin lumrah. Setidaknya perusahaan yang bergerak dibidang ekspor-impor, biasanya banyak menggunakan mata uang asing. Dalam kondisi seperti ini, laporan keuangan bisa dalam mata uang yang paling banyak digunakan, istilahnya “mata uang fungsional.”
Dari pengamatan JAK di lapangan, meski penjualan mayoritas dalam mata uang asing (eksportir misalnya) atau pembelian persediaan dalam mata uang asing (importir), biaya-biaya yang timbul di dalam negeri tetap saja masih menggunakan Rupiah. Sehingga jika dirasiokan, penggunaan Rupiah tetap lebih banyak dibandingkan mata uang asing. Dalam kondisi seperti ini, laporan keuangan disampaikan dalam mata uang Rupiah.
3. Saat Pelaporan
Setiap perusahaan diharapkan masih akan terus beroperasi secara kontinyu di masa-masa yang akan datang. Untuk tujuan penilaian dan pengawasan, laporan keuangan dibuat dan disajikan secara periodik per rentang waktu tertentu. Pengaturan waktu pelaporan per periode ini dalam akuntansi disebut “periodisasi.”
Untuk pihak internal, perusahaan mungkin membuat laporan keuangan per bulan. Namun untuk pihak eksternal, termsuk Ditjen Pajak dan OJK, laporan disampaikan secara tahunan. Rentang waktu satu tahun ini dalam akuntansi dikenal dengan istilah “satu tahun buku.” Untuk pelaporan ke Ditjen Pajak disebut “satu tahun fiskal.”
Periode satu tahun buku, pada umumnya, dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya. Pada setiap akhir peridode, perusahaan melakukan tutup buku. Untuk ke Ditjen Pajak (sebagai kelengkapan SPT), laporan keuangan harus disampaikan paling lambat 1 kwartal setelah tutup buku. Dengan kata lain, 120 hari setelah tanggal 31 Desember setiap tahunnya, yakni setiap 30 April. Jadwal ini dilaksanakan secara konsisten setiap tahun.
“Bagaimana jika, karena keadaan tertentu, periode buku perusahaan—terpaksa—lebih pendek atau lebih panjang dari satu tahun buku?” Mungkin ada yang berpikir demikian.
Dalam keadaan luar biasa, menurut peraturan Badan Pengawa Pasar Modal, perusahaan diperbolehkan mengubah tahun buku dan diijinkan untuk melaporkan periode yang lebih pendek atau panjang dari periode satu tahun. Namun 3 hal berikut ini harus diungkapkan:
  • Alasan perubahan tahun buku;
  • Alasan penggunaan tahun buku yang lebih pendek atau panjang dari periode satu tahun; dan
  • Fakta bahwa jumlah komparatif dalam laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan, memang tidak dapat diperbandingkan.
4. Komponen Laporan Keuangan Yang Lengkap
Hal penting berikutnya yang perlu diperhatikan adalah komponen lengkap laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari: Laporan Posisi Keuangan (=Neraca), Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Masing-masing komponen laporan terdiri dari beberapa elemen, seperti berikut ini. a. Komponen utama Laporan Posisi Keuangan:
  • Aset Lancar yang terdiri dari: (1) Kas dan Setara Kas; (2) Investasi Jangka Pendek; (3) Wesel Tagih; (4) Piutang Usaha; (5) Piutang Lain-Lain; (6) Persediaan; (7) Pajak Dibayar Dimuka; (8) Biaya Dibayar Dimuka; dan (9) Aset Lancar Lain-lain.
  • Aset Jangka Panjang (Tidak Lancar) terdiri dari: (1) Piutang Hubungan Istimewa ; (2) Piutang Dagang; (3) Aset Pajak Tangguhan; (4) Investasi pada Perusahaan Asosiasi; (5) Investasi Jangka Panjang Lain; (6) Persediaan; (7) Aset Tetap; (8) Aset Tidak Berwujud; dan (9) Aset Lain-Lain.
  • Liabilitas Lancar terdiri dari: (1) Pinjaman Jangka Pendek; (2) Wesel Bayar; (3) Hutang Usaha; (4) Hutang Pajak; (5) Beban Masih Harus Dibayar; (6) Pendapatan Diterima Dimuka; (7) Bagian Liabilitas Jangka Panjang yang Jatuh Tempo dalam Waktu Satu Tahun; dan (8) Liabilitas Lancar Lain-lain.
  • Liabilitas Jangka Panjang (Tidak Lancar) terdiri dari: (1) Hutang Hubungan Istimewa; (2) Liabilitas Pajak Tangguhan; (3) Pinjaman Jangka Panjang; (4) Hutang Sewa Guna Usaha; (5) Keuntungan Tangguhan Aset Dijual dan Disewaguna Usaha Kembali; (6) Hutang Obligasi; (7) Liabilitas Tidak Lancar Lainnya; (8) Hutang Subordinasi; dan (9) Obligasi Konversi.
  • Ekuitas terdiri dari: (1) Modal Saham; (2) Tambahan Modal Disetor; (3) Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan; (4) Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Perusahaan Asosiasi; (5) Keuntungan/Kerugian Belum Direalisasi dari Efek Tersedia Untuk Dijual; (6) Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap; (7) Opsi Saham; (8) Saldo Laba; dan (9) Modal Saham Diperoleh Kembali.
b. Komponen Utama Laporan Laba Rugi, terdiri dari:
  • Pendapatan Usaha;
  • Beban Pokok Penjualan;
  • Laba/Rugi Kotor;
  • Beban Usaha;
  • Laba/Rugi Usaha;
  • Penghasilan/Beban Lain-lain;
  • Bagian Laba/Rugi Perusahaan Asosiasi;
  • Laba/Rugi Sebelum Pajak Penghasilan;
  • Beban/Penghasilan Pajak;
  • Laba/Rugi dari Aktivitas Normal;
  • Pos Luar Biasa;
  • Laba/Rugi Bersih;
  • Laba/Rugi Per Saham Dasar; dan
  • Laba/Rugi Per Saham Dilusian
c. Komponen Laporan Perubahan Ekuitas, terdiri dari:
  • Laba (rugi) bersih periode bersangkutan.
  • Setiap pos yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas (contoh: keuntungan/kerugian yang belum direalisasi dari efek tersedia untuk dijual)
  • Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi atas kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait, yaitu berupa efek kumulatif atas perubahan kebijakan Akuntansi dan koreksi atas Kesalahan Mendasar
  • Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik
  • Saldo laba (rugi) pada awal dan akhir periode, yang dibagi dalam: (a) Yang Telah Ditentukan Penggunaannya; (b) Yang Belum Ditentukan Penggunaannya
  • Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal ditempatkan dan disetor penuh, tambahan modal disetor dan pos-pos ekuitas lainnya pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
d. Komponen Utama Laporan Arus Kas, terdiri dari:
  • Arus Kas dari Aktivitas Operasi
  • Arus Kas dari Aktivitas Investasi
  • Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
 5. Penyajian Secara Wajar
Disamping komponen disajikan secara lengkap, perusahaan juga perlu memperhatikan kewajaran penyajian laporan keuangan.
“Penyajian seperti apa yang disebut SECARA WAJAR dalam hal ini?” mungkin ada yang bertanya seperti demikian.
Berikut adalah penyajian wajar menurut regulator (utamanya Badan Pengawa Pasar Modal):
a. Penyajian Akun Pada Laporan Posisi Keuangan – Penyajian aset lancar terpisah dari aset jangka panjang (tidak lancar) dan Liabilitas lancar terpisah dari liabilitas jangka panjang . Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas, sedangkan liabilitas disajikan menurut urutan jatuh temponya.
b. Hubungan Istimewa – Saldo transaksi sehubungan dengan kegiatan operasi normal perusahaan, disajikan pada Laporan Posisi Keuangan secara terpisah antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pihak ketiga pada masing-masing akun.
c. Penyajian Akun Pada Laporan Laba Rugi – Laporan laba rugi perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Perusahaan menyajikan di laporan laba rugi, rincian beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada fungsi beban di dalam perusahaan, sedangkan pada catatan atas laporan keuangan beban tersebut dirinci menurut sifatnya.
d. Identitas Perusahaan – Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut ini disajikan dan diulangi pada setiap halaman laporan keuangan: (1) Nama perusahaan pelapor atau identitas lain; (2) Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu entitas atau beberapa entitas; ( 3) Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan keuangan; (4) Mata uang pelaporan; dan (5) Satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
e. Penyajian Arus Kas – Laporan Arus Kas harus disajikan dengan menggunakan metode langsung (direct method).
f. Catatan atas Laporan Keuangan – Catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan, yang sifatnya memberikan penjelasan baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif terhadap laporan keuangan, sehingga menghasilkan penyajian yang wajar. Oleh sebab itu, pada setiap halaman laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas harus diberi pernyataan bahwa “catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan keuangan.” Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian sesuai dengan komponen utamanya. Setiap pos dalam Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas harus direferensi silang (cross-reference) dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan, jika dilakukan pengungkapan. untuk menjelaskan adanya bagian dari suatu jumlah harus dilakukan dengan mencantumkan jumlah atau persentasenya, bukan kata “sebagian.” Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan secara terpisah jumlah dari setiap jenis transaksi dan saldo dengan para direktur, karyawan, komisaris, pemegang saham utama, karyawan kunci dan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Apabila jumlah transaksi untuk masing-masing kategori tersebut dengan Pihak tertentu melebihi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka jumlah tersebut harus disajikan secara terpisah dan nama pihak tersebut harus diungkapkan.
g. Perubahan Kebijakan Akuntansi – Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode penyajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru.
h. Penyajian Kembali – Bila perusahaan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya, maka penyajian kembali tersebut berikut nomor catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkannya harus disebutkan pada Laporan Posisi Keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas yang mengalami perubahan.
6. Pihak Yang Memiliki Hubungan Istimewa
Menurut regulator, yang dimaksud dengan “pihak yang mempunyai hubungan istimewa” antara lain:
a. Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara, mengendalikan, atau dikendalikan oleh, atau berada di bawah pengendalian bersama, dengan perusahaan pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries dan fellow subsidiaries);
b. Perusahaan asosiasi (associated company);
c. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari orang perseorangan tersebut (yang dimaksudkan dengan anggota keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi orang perseorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor);
d. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris, direksi dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang perseorangan tersebut; dan
e. Perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh setiap orang yang diuraikan dalam angka 3) atau 4), atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Ini mencakup perusahaanperusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi atau pemegang saham utama dari perusahaan pelapor dan perusahaan-perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan perusahaan pelapor.
7. Materialitas dan Agregasi
“Material” adalah istilah yang digunakan untuk mengemukakan sesuatu yang dianggap wajar untuk diketahui oleh pengguna laporan keuangan.
Informasi dianggap material apabila tidak disajikannya (omission) atau terdapat kesalahan dalam mencatat (misstatement) informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.
Kecuali ditentukan secara khusus, pengertian “material” dalam hal ini adalah:
  • 5% dari jumlah seluruh aset untuk akun-akun aset;
  • 5% dari jumlah seluruh liabilitas untuk akun-akun liabilitas;
  • 5% dari jumlah seluruh ekuitas untuk akun-akun ekuitas;
  • 10% dari pendapatan untuk akun-akun laba rugi; dan
  • 10% dari laba sebelum pajak untuk pengaruh suatu peristiwa atau transaksi seperti perubahan estimasi akuntansi.
Akun-akun yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan.
Untuk akun-akun yang nilainya tidak material, tetapi merupakan komponen utama laporan keuangan, harus disajikan tersendiri. Sedangkan untuk akun-akun yang nilainya tidak material, dan tidak merupakan komponen utama, dapat digabungkan dalam pos tersendiri, namun harus dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Akun yang berbeda tetapi mempunyai sifat atau fungsi yang sama dapat digabungkan dalam satu pos jika saldo masing-masing akun tidak material. Contoh pos hasil penggabungan antara lain Biaya Dibayar Dimuka, Pendapatan Diterima Dimuka dan lain sebagainya. Jika penggabungan beberapa akun mengakibatkan jumlah keseluruhan menjadi material, maka unsur yang jumlahnya terbesar agar disajikan tersendiri.
8. Kebijakan Akuntansi
Manajemen memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi agar laporan keuangan memenuhi ketentuan dalam PSAK dan peraturan pengawas pasar modal.
Apabila PSAK dan peraturan pengawas pasar modal belum mengatur masalah pengakuan, pengukuran, penyajian, atau pengungkapan dari suatu transaksi atau peristiwa, maka manajemen harus menetapkan kebijakan yang memberikan kepastian bahwa laporan keuangan menyajikan informasi yang relevan terhadap kebutuhan para pengguna laporan untuk pengambilan keputusan dan dapat diandalkan, dengan pengertian:
  • mencerminkan kejujuran penyajian hasil dan posisi keuangan perusahan;
  • menggambarkan substansi ekonomi dari suatu kejadian atau transaksi dan tidak semata-mata bentuk hukumnya;
  • netral yaitu bebas dari keberpihakan;
  • mencerminkan kehati-hatian; dan
  • mencakup semua hal yang material.
Manajemen menggunakan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi yang bermanfaat dengan memperhatikan:
  • persyaratan dan pedoman PSAK yang mengatur hal-hal yang mirip dengan masalah terkait;
  • definisi, kriteria pengakuan dan pengukuran aset, liabilitas, penghasilan dan beban yang ditetapkan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan; dan
  • pernyataan yang dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industry yang lazim sepanjang konsisten dengan angka 1) dan 2).
9. Konsistensi Penyajian
Klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus disajikan secara konsisten, kecuali:
  • Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi perusahaan atau perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atas suatu transaksi atau peristiwa; atau
  • Perubahan tersebut dipersyaratkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau diwajibkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan.
Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah maka penyajian periode sebelumnya direklasifikasi untuk memastikan daya banding. Sifat, jumlah, serta alasan reklasifikasi harus diungkapkan. Apabila reklasifikasi tersebut tidak praktis dilakukan maka alasannya harus diungkapkan.
10. Informasi Komparatif
Informasi kuantitatif harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya. Laporan keuangan disajikan secara perbandingan, setidaknya untuk 2 (dua) tahun terakhir sesuai peraturan yang berlaku.
Sedangkan Laporan Keuangan Interim disajikan secara perbandingan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan Laba Rugi Interim harus mencakup periode sejak awal tahun buku sampai dengan periode interim yang dilaporkan.
11. Peristiwa Setelah Tanggal Laporan Posisi Keuangan
Tanggal laporan posisi keuangan dengan tanggal terbitnya laporan keuangan biasanya berbeda. Dan diantara kedua tanggal tersebut kemungkinan besar terjadi transaksi-transaksi.
Transaksi yang terjadi antara tanggal laporan posisi keuangan dan tanggal penerbitan laporan keuangan yang mempunyai akibat material terhadap laporan keuangan sehingga memerlukan penyesuian atau pengungkapan dalam laporan keuangan harus diungkapkan.
12. Tanggung Jawab Atas Isi Laporan
Yang menyusun laporan keuangan bisa jadi pihak perusahaan sendiri atau pihak di luar perusahaan (konsultan atau kantor akuntan publik).
Siapapun yang menyusun, perlu disadari bahwa yang bertanggungjawab atas isi Laporan Keuangan adalah manajemen perusahaan. Bukan pihak lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar